Kamis, 10 Mei 2012

Ancaman Penetrasi Kebudayaan Imperialisme Terhadap Kebudayaan Indonesia

Ancaman Penetrasi Kebudayaan Imperialisme
Terhadap Kebudayaan Indonesia

Jempol NIHH !! Ntar cakep deh :p

Dalam beberapa tahun
ini kita melihat kebudayaan
Indonesia semakin ditinggalkan oleh para generasi muda bangsa. Seni pertunjukan
kesenian-kesenian
daerah seperti wayang, tari-tarian, ataupun kesenian daerah lainnya yang mewakili unsur-unsur kehidupan
masyarakat di dalamnya. Selama beberapa abad lamanya bangsa Indonesia telah mengalami apa itu yang disebut penetrasi
kebudayaan
Imperialisme.
Tentulah kita bertanya apa itu imperialisme,
imperialisme adalah sebuah kebijakan di mana sebuah negara besar dan berkuasa dapat memegang kendali dalam hal pemerintahan,
ekonomi ataupun kebudayaan atas daerah lain agar negara itu bisa dipelihara atau berkembang yang bertujuan untuk mengambil untung sebesar-besarnya dari
daerah yang telah dipelihara dan dikuasainya tersebut.

Yang dimaksudkan disini mengenai Imperialisme
kebudayaan adalah si imperialis tadi ingin menguasai jiwa (de geest, the mind) dari suatu negara lain. Dalam kebudayaan terletak suatu jiwa yang telah mendarah daging dari suatu bangsa. Jika kebudayaannya
suatu bangsa dapat diubah, maka berubahlah jiwa dari bangsa itu. Si imperialis hendak melenyapkan
kebudayaan dari suatu bangsa dan menggantikannya
dengan kebudayaan si imperialis, hingga jiwa bangsa yang akan dikuasainya itu ataupun yang telah dikuasainya itu menjadi sama atau menjadi satu dengan jiwa si Imperialis tadi. Menguasai jiwa suatu bangsa berarti mengusai segala- galanya dari bangsa itu.

Imperialisme kebudayaan ini adalah imperialisme yang sangat berbahaya, karena masuknya sangatlah mudah dan tidak terasa oleh bangsa yang akan ditundukkan
kebudayaannya dan jika berhasil sukar sekali bangsa yang dijajah dapat membebaskan diri kembali, bahkan mungkin tidak sanggup lagi membebaskan diri dari belenggu imperialisme
kebudayaan tadi. Penetrasi kebudayaan
Imperialisme yang sekarang dilakukan oleh negara adikuasa kepada bangsa Indonesia mengalami perbedaan cara dengan apa yang dilakukan Bangsa kolonial dulu kepada bangsa Indonesia tetapi hakekatnya adalah sama yaitu menguasai Indonesia dengan cara melalui pendekatan imperialisme kebudayaan. Pada masa penjajahan kolonial penetrasi Imperialisme itu dilakukan dengan cara Penetration violante atau masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak yang disertai dengan tindak kekerasan yang mengindahkan kemanusiaan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat sedangkan pada masa sekarang penetrasi yang dilakukan si Imperialis tadi tentunya berbeda, pada masa sekarang ini pola yang mereka gunakan adalah melalui peran media baik media elektronik ataupun massa yang menyokong imperialisme kebudayaan tersebut dan sifat dari penetrasi kebudayaan imperialisme itu sangat lunak dengan bertopeng kemanusiaan semu belaka.

Kini kita dapat melihat secara gamblang akar dari budaya bangsa kita telah terkikis oleh penetrasi budaya asing. Bukan juga berarti budaya asing ini sesungguhnya jahat semua, namun penetrasi budaya asing yang membawa bendera imperialisme adalah sesuatu hal yang dapat kita rasakan dan nyata kehadirannya pada kebudayaan bangsa kita. Lihatlah betapa kita diatur untuk menjadi masyarakat
konsumtif dengan terus berkonsumsi, bertindak individual, bahkan melupakan warisan luhur budaya nenek moyang kita. Budaya agraris dan maritim di negeri Indonesia misalnya, terkikis dengan budaya industrial yang bercirikan penanaman modal ala Barat yang mengakibatkan
persaingan yang bebas dalam hal ekonomi yang mengakibatkan
jurang kelas sosial semakin tajam antara mereka yang kaya dan miskin. Semangat kekeluargaan dan gotong-royong yang merupakan salah satu ciri khas bangsa Indonesia, juga sekarang makin rapuh diterpa hegemoni budaya individualistik yang cenderung liberal. Sementara, berbagai aspek budaya mulai dari kesenian, pendidikan, bahasa dan pola hidup sekarang banyak dipengaruhi oleh hegemoni Barat padahal belum tentu sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang merupakan kebudayaan Timur.

Selain itu pengaruh penetrasi
kebudayaan yang dilakukan oleh imperialisme sejak masa kolonial sampai sekarang telah mengakibatkan rasa rendah diri, ketakutan,
keseganan kepada bangsa imperialis serta meniru bangsa imperialis dalam menciptakan sesuatu bentuk seni dan budaya yang membabi buta sehingga seni dan budaya bangsa yang merupakan
kebudayaan rakyat Indonesia otomatis akan memudar karena penetrasi kebudayaan
imperialisme.

Sungguh ironis penulis katakan disini jika melihat realita yang ada sekarang ini. Pada masa dimana kebudayaan
imperialisme semakin membentuk pohon dan akar yang kuat di tanah air Indonesia, orang Indonesia malah enggan belajar dan berangsur- angsur berpaling dari kebudayaan
Indonesia. Mereka terhanyut oleh kebudayaan
imperialisme yang si imperialis tadi suntikkan kepada jiwa kita, nahasnya orang yang bukan bangsa Indonesia malah belajar dan melestarikan
kebudayaan bangsa Indonesia. Ada kalanya kita marah jika kebudayaan kita diambil dan diaku oleh
negara dan bangsa lain tapi dilain pihak kita juga harus berkaca diri, seberapa pedulikah kita kepada kebudayaan kita sendiri, kebudayaan
Indonesia? Yang harus kita lakukan dalam melakukan
perlawanan terhadap penetrasi
kebudayaan
imperialisme adalah dengan belajar kebudayaan bangsa sendiri dan melestarikan
kebudayaan bangsa.

Sekarang saatnya kita
menanam kembali kebudayaan kita dan menikmati buah dari kebudayaan kita esok hari untuk anak cucu kita agar semua yang kita kerjakan dan perjuangan dalam
menegakkan
kebudayaan rakyat Indonesia yang berkeperibadian
luhur untuk kemanusiaan
sebagaimana tercita- cita dalam mewujudkan
Indonesia yang merdeka tanpa campur tangannya kapitalisme,
imperialisme serta liberalisme dapat segera terwujud. Kebudayaan bangsa Indonesia dapat selalu lestari dan abadi dalam taman sarinya hati dan jiwa nasional rakyat Indonesia serta sudah saatnya kita untuk tidak malu berkata ”Ini budayaku, budaya bangsaku yang telah menyatu dalam jiwa dan ragaku untuk diteruskan anak cucuku!.”



sumber :